Ada
Hati yang Tertinggal
Pagi 27 Maret 2015, sekitar
pukul tujuh aku sudah duduk cantik di Stasiun Gubeng Surabaya. Aku sedang
menunggu Kereta Logawa yang mengantarku ke Jogja pukul sepuluh nanti. Ini kali
kedua aku bepergian jauh seorang diri, demi sebuah acara keren bernama
#KampusFiksi.
Aku terdaftar sebagai
calon mahasiswi #KampusFiksi sejak setahun yang lalu. Syukurlah, akhirnya
giliranku tiba di #KampusFiksi12 ini. Sebenarnya tiga bulan yang lalu aku pun
sempat mengikuti acara yang sama, hanya saja saat itu Edisi Non Fiksi. Aku
sudah nggak sabar mendapati semua panitia #KampusFiksi12 menyambutku dengan
ramah di lantai dua asrama.
Kira-kira setengah
empat sore aku tiba di Stasiun Lempuyangan. Nggak lama, panitia #KampusFiksi12
bagian penjemputan yang biasa kupanggil Mas Kiki itu dadah dadah riang dari
kejauhan. Ah ya, ada seorang lagi yang ikut mendekat. Coba tebak siapa dia?
Aha! Ternyata admin #KampusFiksi! Kami pun berjabat tangan. Sempat grogi juga
waku bertemu dengan beliau ini. Beberapa kali mengikuti tantangan menulis dari
#KampusFiksi, komentarnya tentang tulisanku sering sekali setajam sembilu. Tapi
ternyata Si Mas Admin itu ramah, nggak jutek seperti dugaanku. Hehehe... #Piss
Boleh nggak, sih, nama
admin kusebutkan? Kan masih banyak dari follower #KampusFiksi yang belum
mengenal dan melihatnya. Hehehe... Aku bocorkan sedikit saja, ya, tentang si
admin heboh ini. Karena aku memanggilnya ‘mas’, maka bisa dipastikan dia ini
cowok. Usianya... nggak jadi deh! Takut salah hitung. Hihihi... Mas Admin ini
baik dan murah senyum. Tapi kadang bicaranya bisa nyelekit. Yang terakhir itu pengakuannya sendiri, lho. Dan yang
pasti, ganteng! Entah kenapa, jadi inget Lupus. Eh, salah ya? Bener, ih! Tinggi,
kurus, rambutnya berkibar riang tiap kali tubuhnya bergerak. Minus permen karet
aja, sih. Satu lagi, beliau ini doyan sama yang cantik-cantik! #eh
Udah, ya, ngomongin
admin ganteng ini. Pokoknya dijamin ganteng, deh!
Lalu Mas Kiki
mengajakku keliling Jogja untuk menjemput peserta yang lain. Senangnyaaa! Kita
bertiga ke UGM untuk menjemput Indiana yang asli Jember tapi kuliah di Jogja.
Berempat kita balik lagi ke Lempuyangan, kali ini peserta yang datang adalah
Mega, Serli, dan Ayu. Ada yang unik dari peserta bernama Mega, tapi ceritanya
nanti, ya.
Setelah total manusia
di dalam mobil menjadi tujuh, Mas Kiki mengantar kami semua ke asrama
#KampusFiksi. Horeee! Di asrama sudah ada beberapa peserta yang datang. Ada
Tyas dan Ismi dari Bandung, Dhinar dari Kartosuro, Tika dari Ngawi yang bekerja
di Jogja, Putri dari Kudus, Chris dari Surabaya, dan banyak lagi. Atmosfer
keramahan langsung terasa. Mbak Tiwi yang super manis itu berdiri menyambutku
dan semua yang baru datang. Ada Mas Wahyu, Mbak Ita, dan panitia lainnya. Rame!
Belum juga sempat selonjoran, kita semua sudah digiring untuk makan malam. Diet
pun terabaikan. #halah
Pagi datang, semua
sudah siap menerima materi di hari pertama. Pukul delapan tepat, Mas Wahyu yang
suka senyum-senyum, membuka acara. Sebelum materi, Mbak Nisrina menyampaikan
sambutan dan dilanjutkan dengan penyerahan Kartu Anggota secara simbolik kepada
Rahmat dan Fajrin.
Masih bersama Mbak
Nisrina, perkenalan dan presentasi ide cerita menjadi pemanasan bagi para
peserta. Dilanjutkan dengan membuat sebuah outline cerpen dengan tema ‘Karma’.
Duh... kepalaku mulai gatal. *garuk-garuk*
Materi selanjutnya
adalah tentang teknik kepenulisan yang disampaikan oleh Pak Edi. Ada banyak hal
yang disampaikan oleh beliau. Yang tercatat olehku:
§ Tips
dan Trik Menulis Fiksi (Cerpen/Novel)
§ Ide
(gagasan) = imajinasi = State of mind
§ Penyajian
(teknik)
§ Outline
§ Pentingnya
judul, kalimat/paragraf pembuka (opening), dan ending.
§ Cara
membuat kalimat lincah: Jungkir balikkaan kaidah SPOK, jangan terjebak pakem.
§ Shapshot
dan frase.
Acara selanjutnya
adalah istirahat, shalat dan makan! Duh... makan lagi. Diet apa kabar? #abaikan
Setelah istirahat,
pukul satu semua peserta #KampusFiksi12 ditantang untuk membuat sebuah cerpen
dengan tema ‘Karma’. Panjang cerpen yang harus dibuat 4-7 halaman, spasi 2, A4,
margin 44 33, TNR. Ada mentornya juga. Seru! Nah, ini yang aku tunggu-tunggu.
Aku senang bisa mendiskusikan ide cerita kepada orang lain, apalagi yang memang
ahlinya. Aku masih pemula, butuh banyak bimbingan. Kita semua diberi waktu tiga
jam untuk duduk manis menyelesaikan sebuah cerpen. Sambil ngemil juga boleh.
#ehem
Tiga jam berlalu. Waktu
habis. File cerpen harus diserahkan kepada mentor masing-masing. Keren! Semua
peserta menyelesaikan cerpennya dengan baik. Buatku, ini pertama kalinya bisa
membuat sebuah cerpen dalam sekali duduk. Tiga jam sepertinya lama, tapi ketika
aku berusaha serius menulis, waktu cepat sekali berlalu. Tahu-tahu sudah pukul
empat sore.
Setelah praktek menulis
cerpen, para peserta dipersilakan istirahat sampai dengan pukul tujuh malam.
Peserta semua bisa tidur, mandi, shalat, foto-foto heboh, atau... mau ngemil
lagi? Boleh. Asal jangan mengeluh kalau timbangan naik, ya!
Lanjut! Pukul tujuh
malam semua siap di meja masing-masing. Kali ini ada Mbak Mini GK yang akan
berbagi pengalaman dan pengetahuannya tentang menulis novel. Mbak Mini GK sudah
menerbitkan banyak novel, diantaranya ‘Abnormal’, ‘Stand Bye Me’, ‘Le mannequin’, dan yang terbaru adalah
‘Pameran Patah Hati’.
Mbak Mini GK ini
orangnya seru. Selama satu jam menjadi pembicara di muka, kalimat-kalimatnya selalu
mengundang tawa. Siapa sangka, cewek periang ini bisa menulis sebuah novel tentang
patah hati. Duh... dari judulnya saja sudah #MakJlebb banget! Dan, Mbak Mini GK
merupakan alumni #KampusFiksi juga, lho! Semoga aku dan semua teman-teman di
#KampusFiksi12 bisa mengikuti jejakmu, Mbak.
Banyak hal yang Mbak
Mini GK sampaikan. Salah satunya tentang bagaimana menciptakan sebuah karakter
yang unik. Metode yang dipraktekkan menurutku sangat ampuh.
Jika teman-teman ingin
menciptakan sebuah karakter tokoh yang baru, tulis sepuluh nama orang
terdekatmu. Orang-orang ini harus benar-benar kamu kenal baik, ya. Mulai dari
ciri fisik, sifat, dan sikapnya. Jangan lupa diberi nomor juga. Lalu pilih
sebuah nama tokoh yang ingin kalian buat. Pilih ciri-ciri si tokoh buatan
dengan menggabungkan ciri-ciri dari daftar sepuluh orang yang sudah dibuat.
Misalkan rambutnya ikal seperti nomor satu, cara jalannya seperti nomor dua,
sifatnya seperti nomor tujuh, dan seterusnya. Jangan mengulang pilihan nomor, ya.
(Seingatku Mbak Mini GK
mengajarkan seperti ini. Kalau ada yang kurang, maaf ya. Ini yang bisa kupahami
dari penjelasannya)
Satu jam berlalu cepat.
Perbincangan bersama Mbak Mini GK pun ditutup. Malam belum berakhir, masih ada
satu acara lagi untuk malam pertama ini. Evaluasi cerpen! Oh, ya, aku dimentori
oleh Mbak Ita. Judul cerpenku ‘Sebuah Peran’.
Ceritanya tentang
pengorbanan, kesabaran, dan keikhlasan seorang kakak. Kapan-kapan ceritanya aku
tempel di blog. Masih banyak revisinya soalnya. Hehehe...
Koreksi dari Mbak Ita
cukup banyak. Sedih deh, tapi syukurlah
ada yang bersedia membaca dan menyampaikan kritik serta sarannya. Banyak tanda
baca yang salah, diksi yang terlalu biasa, konflik kurang klimaks, alur cerita
yang semakin lama semakin datar. Duh... banyaknya. Tapi terimakasih untuk
bimbingannya, Mbak. Aku jadi semakin tahu tentang tanda baca. Dan untuk diksi,
hmmm... aku butuh membaca lebih banyak.
Acara hari pertama
selesai. Kami semua tidur dengan lelapnya. Suasana malam yang dingin karena
turun hujan, ditambah dengan lampu kamar yang dimatikan, membuat kami semua
sukses mengabaikan adzan Subuh yang berkumandang. Kasur MU itu menawan
kesadaran kami semua.
Hari kedua! Wiiih...
ada yang ditunggu-tunggu di hari ini. Tapi, tahan! Sebelum puncak penantian
datang, mari kita kembali ke materi.
Pukul delapan, Mbak Munnal
menyampaikan materi mengenai Keredaksian sampai ‘Tata Cara Mengirimkan Naskah
kepada Penerbit Diva Press’. Selesai itu, Mbak Munnal digantikan dengan Mas
Aconk yang menyampaikan materi tentang marketing. Ternyata, menjadi penulis itu
tidak semudah yang dibayangkan. Tidak bisa hanya dengan pandai merangkai kata
dan mencipta konflik rumit lalu tulisan bisa laris manis. Ada pasar buku di
luar sana. Penulis tidak bisa memaksa penerbit untuk menerbitkan bukunya. Ada
kiat-kiatnya agar bisa menembus pasar buku. Fiuuuh! Terimakasih, Mas Aconk
untuk ilmu yang luar biasa ini!
Self
Edit
adalah materi selanjutnya yang disampaikan oleh Mbak Ajjah. Aku sudah pernah
menerima materi ini tiga kali: #KampusFiksi Edisi Nonfiksi, #KampusFiksi
Roadshow Surabaya, dan #KampusFiksi12. Tetapi tetap saja, dalam prakteknya
masih banyak kesalahan yang kubuat. Self
Edit ini wajib dilakukan oleh semua penulis sebelum mengirimkan naskahnya,
karena bisa mempengaruhi editor dalam meloloskan naskah kita di tahap awal.
Kalau kata Pak Edi,
diamkan dulu naskah yang sudah jadi setidaknya 2-3 hari. Setelah itu baru
bukalah file itu lagi untuk membaca ulang, pasti ada saja kesalahan yang kita
temukan.
Acara dilanjutkan
dengan evaluasi cerpen oleh Pak Edi. Kali ini cerpen terbaik diraih oleh Frida
Kurniawati peserta dari Jogja. Judulnya kalau tidak salah ‘Kecoa Tak Berguna?’.
Pak Edi sangat menyukai cerpen ini. Aku juga sempat membacanya dan langsung
iri! Otakku belum bisa mengkhayal sekeren ini. Diksi oh diksi... cakep!
Yuk istirahat. Pukul
satu nanti dijamin heboh!
Salah satu keistimewaan
menjadi peserta #KampusFiksi12 adalah mendapat bintang tamu yang istimewa.
Nah... bintang tamu ini sudah ditunggu-tunggu sejak kemarin. Beliau adalah Agus
Noor! Iya, Agus Noor yang itu. Yang cerpenis itu. Yang keren itu pokoknya!
Banyak hal yang beliau
ajarkan, yaitu mengenai ‘Sudut Pandang Cerita-Mencari Cerita yang Otentik’.
Cerita yang otentik adalah bisa menghadirkan sesuatu yang baru dan cara
penyajian yang baru. Caranya adalah berpikir yang orang lain tidak pikirkan.
Para peserta juga
diajak untuk membuat sebuah narasi oleh beliau. Pokoknya seru dan rame. AC di
asrama sampai tidak sanggup mendinginkan ruangan. Baik peserta, alumni, dan
mentor berkumpul jadi satu untuk menyimak penjelasan Agus Noor. Kepala dan hati
membara akibat sengatan semangat dari bintang tamu siang itu. Kipas-kipas
kertas pun tak dapat dihindarkan.
Kata Agus Noor, jika
kita ingin terus bertahan di dunia menulis maka harus tahu mengapa kita ingin
menulis. Harus ada alasan yang membuat kita selalu ingat mengapa kita harus
menulis. “Menulislah apa yang ingin kamu tulis!” kata beliau. Ah... dadaku
bergetar mendengarnya. Kemudian beliau berpesan, “Sebuah cerita boleh tidak
masuk akal tapi harus meyakinkan.” Banyak kisah tentang karya tulis jaman dulu
yang beliau sampaikan. Mulai dari Ali Topan, Gita Cinta dari SMA, Lupus, dan
banyak lagi.
Ada satu kalimat
celetukkan dari Agus Noor yang terekam di otakku: ‘Sepeda Ontel tanda
ketulusan’. Tiba-tiba jadi ngebayangin di depan rumah banyak muda-mudi pacaran
pakai sepeda ontel. Syahdu banget! Mungkin jaman ayah dan ibuku juga begitu?
Hehehe...
Sebelum pulang, Agus
Noor menyempatkan diri untuk foto bersama semua peserta. Senangnyaaa...!
Puasnyaaa...! Hayooo... iri, yaaa? Hehehe...
Materi terakhir adalah
Bimbingan Online oleh Mbak Nisrina. Yang ini khusus untuk alumni #KampusFiksi
saja yaaa... Berharap sekali bisa segera bimbingan! Udah kangen masa-masa
revisi skripsi jaman dulu. #SayaAngkatanTua
Oke, penutupan! Tapi post test dulu ya...
Ada sambutan dari Pak
Edi setelah post test. Ini yang saya
tunggu-tunggu, karena pasti menginspirasi. Pengalaman beliau yang luar biasa
selalu membuat saya merinding dan mbrebes
mili. Banyak kalimat diucapkan Pak Edi bisa menjadi quote yang membangun, salah satu yang sempat saya tulis adalah:
‘Setiap orang yang hadir dalam hidup saya, baik memberikan keuntungan
finansial, sosial, maupun tidak, adalah orang-orang yang dipilih Allah untuk
masuk di kehidupan saya.’
(Maaf kalau kalimatnya
nggak sama persis, Pak Edi. Saya nulisnya cepet-cepetan. Hehehe...)
Pak Edi juga
menegaskan, kurang lebih yang kupahami seperti ini: ‘Sekeren apapun acara
pelatihan yang kalian ikuti, kita tidak bisa pulang dan langsung menjadi
penulis. Harus ada kerja keras dan kedisiplinan dari diri sendiri. Dari 100%
keberhasilan yang kita capai, 90% adalah kerja keras, 5% adalah kerja keras,
dan 5% terakhir adalah kerja keras. Jadi 100% kerja keraslah yang bisa membuat
kita berhasil!’
Lanjut kesan dan pesan
dari peserta. Pertama ada Christopher Salim, brondong dari Surabaya ini berhasil memukau peserta dan mentor.
Banyak yang berebut minta foto dengannya. Kedua ada Frida, cerpennya terpilih
jadi yang terbaik! Frida bilang, #KampusFiksi berhasil memaksanya menyelesaikan
sebuah cerpen dalam sekali duduk selama tiga jam. Sama! Me too! #KampusFiksi keren pokoke!!! Ketiga dan keempat ada Wawan
dan Ummu Rahayu yang menyampaikan kesan dan pesan.
Di tengah-tengah sesi
penyampaian kesan dan pesan oleh peserta, seseorang sedang menangis sambil
memeluk temannya. Namanya Alfy, peserta dari Tasikmalaya. Dia harus pulang
pukul sepuluh malam itu, karena keretanya akan berangkat sekitar pukul sebelas
(begitu seingatku). Hati-hati, ya, Alfy. Sampai ketemu lagi. :’)
Setelah kesan dan
pesan, dilanjutkan penyerahan sertifikat secara simbolik oleh Pak Edi kepada
Tika dan Rahmat Fadhilah. Nah... Rahmat ini brondong juga. Lucu banget! Dia itu
pemalu abis pokoknya. Diajakin Pak Edi foto langsung grogi. Seluruh ruangan
langsung riuh melihatnya. Tapi diam-diam, waktu foto rame-rame, dia malah
bergaya imut di barisan belakang. Ini anak malu kalau diperhatikan saja
rupanya, kalau tidak ada yang memperhatikan langsung terungkap aslinya. ^_^
Baiklah, mari kita berlanjut
ke pemutaran video kenangan #KampusFiksi12. Video berdurasi sekitar tiga belas
menit ini sanggup membuat malam yang syahdu mendadak pecah!
Acara terakhir:
foto-foto! Semua peserta mendapat kesempatan untuk foto dengan Pak Edi satu
persatu. Sempurna sekali acara ini!!! Selama di asrama, aku memang kurang
bergaul dengan semua peserta. Aku belum bisa menghafal nama-nama mereka. Jika
berpapasan, aku hanya tersenyum menyapanya. Hai Alfy, Atika, Ayu, Chris,
Dhinar, Eka, Fajrin, Frida, Tyas, Indi, In, Ismi, Mega, Putri, Rahmat, Risa, Rizki,
Serli, Tika, Fakhri, Ummu, dan Wawan. Senang jumpa kalian semua. #KampusFiksi:
Pasti Bisa!!!
Acara selesai. Semua
peserta bebas bisa melakukan apa saja di asrama. Aku diam-diam memandangi satu
persatu wajah tiap orang di sana. Kapan aku bisa bertemu mereka lagi? Pengen
nangis. Tapi telat banget kalau baru mau nangis. Semua sudah sibuk meng-copy
foto dokumentasi dari Mas Reza.
Banyak cerita di
asrama, salah satunya Mega. Dia mahasiswi jurusan kedokteran, asalnya dari
Surabaya. Yang unik darinya adalah, dia nggak makan nasi. Untuk menjaga berat
badan, katanya. Wah... kok bisa, sih? Nasi itu, makanan ternikmat. Sulit untuk
mengabaikannya. Ah... pokoknya semua makanan itu enak, kecuali bayam dan
buncis!!! Ieuuhhh...
Langit Jogja semakin
pekat, tapi keriuhan di asrama belum ada tanda-tanda segera berakhir. Aku
sebenarnya ingin masuk kamar lalu membereskan pakaian untuk persiapan pulang
esok pagi, tapi nanti sajalah. Ini detik-detik mendekati akhir, nggak tahu
kapan lagi bisa merasakan suasana seperti ini. Mas dan mbak mentor, kalian
sehat-sehat terus ya. Teman-teman semua, semangat nulis ya. #KampusFiksi dan
#DivaPress, maju terus! Pak Edi dan seluruh keluarga, sehat+sukses+bahagia
selalu!!!
Ada lagi yang
mengganjal di hatiku. Dua sosok yang baik luar biasa, ramah dan menyenangkan.
Aku nggak akan sebut nama, tapi sejak malam itu, setiap doa yang kupanjatkan
akan ada nama mereka berdua. Sehat-sehat ya. Pesanku buat kalian berdua, jangan
tertawa di depanku. Karena tawa kalian selalu memancingku untuk tersenyum. Tawa
kalian bikin nagih. >_<
Andai saja seorang dari
kalian bisa menjadi... kakakku. Aku selalu bermimpi punya kakak. Resiko jadi
anak pertama, harus jagain adik-adiknya. Pengen juga sekali-kali dijagain.
#ABAIKAN #ABAIKAN #ABAIKAN
Terakhir. Sekali lagi
terimakasih Pak Edi serta keluarga, Diva Press, dan Kampus Fiksi. Walau sulit
untuk kembali bertemu, ada hati yang sengaja kutinggal di asrama untuk terus
menyayangi kalian semua. Kalian LUAR BIASA!!!
.::. Hidup ini
pendek, gagasan Andalah yang abadi.::.
~Agus Noor~
NB: Sori nggak
ada fotonya, sinyal entah pergi kemana...